Breaking

Rabu, 25 Januari 2017

Sampaikanlah walaupun hanya setengah ayat !

Pandangan Islam terhadap Perayaan Valentine`s Day

Pandangan Islam terhadap Perayaan Valentine`s Day

Hari kasih sayang atau yang lebih populer dengan istilah Valentine`s Day yang jatuh pada tanggal 14 Pebruari adalah hari paling istimewa bagi umumnya para remaja. Hari itu adalah hari yang sangat spesial untuk mengungkapkan segala rasa cinta dan kasih sayang kepada pasangan atau orang yang diidolakannya. Adabanyak cara yang mereka lakukan untuk mengekspresikannya, mulai ketemu langsung, via kartu pos, sms, telephon, kirim bunga dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan zaman yang mengantar dunia pada era post modern, krisis moral yang melanda seluruh lapisan masyarakat mencapai klimaksnya, Valentine`s Day yang asalnya hanyalah suatu hari untuk mengungkapkan kasih sayang, berubah menjadi suatu perayaan yang penuh dengan nuansa hura-hura, berpesta pora, bergandengan di jalan-jalan dan lain-lain. Realitas seperti ini merupakan potret Valentine`s Day yang dipropagandakan oleh barat untuk mempromosikan budaya bejat mereka. Sudah barang tentu didalamnya terselip misi untuk membumihanguskan asas agama Islam serta melunturkan etika ketimuran kita yang telah ditanamkan oleh syari'at Islam.
Bagaimanakah sebenarnya asal muasal dari Valentine`s Day? Apakah Valentine`s Day adalah budaya yang patut kita tiru? dan bagaimanakah perspektif hukum Islam menyikapi perayaan Valentine`s Day?



I. Sejarah fenomena Valentine`s Day
            Dalam kajian sejarah, perayaan hari Valentine adalah untuk mengenang kematian sang pengasih SANTO VALENTINE. Meski hingga saat ini masih belum jelas, siapakah yang dimaksud dengan Santo Valentine, mengingat agama Katolik pernah memiliki tiga Santo Valentine yang sama-sama menjadi martir dan tercantum dalam matriologi dibawah tanggal 14 Pebruari. Konon, disaat kerajaan Romawi dipimpin oleh seorang kaisar kejam bernama Claudius II, sang kaisar membatalkan semua pertunangan dan perkawinan di Romawi, karena ada kepentingan politik dimasa itu. Yaitu untuk menambah kekuatan militer dalam persiapan agresinya. Tetapi, si pastur SANTO VALENTINE bersama SANTO MARIUS dan para Martir Kristiani lainnya justru menikahkan pasangan Romawi secara sembunyi-sembunyi. Tindakan menentang tersebut diketahui oleh kaisar. Akibatnya, Santo Valentine disiksa dengan kejam, dan akhirnya dia harus mengahiri hidup secara mengenaskan dengan kepalanya dipenggal. Kejadian ini terjadi pada tanggal 14 Pebruari 270 M. Untuk mengenang jasa Santo Valentine inilah akhirnya para pastur Romawi menetapkan tanggal 14 Pebruari sebagai Hari Santo Valentine.([1]) Di Italia yang penduduknya mayoritas Katolik, pada setiap tanggal 14 Pebruari, ribuan atau bahkan jutaan pasangan pergi ketempat-tempat tertentu untuk merayakannya. Pantaskah…? Tidak malukah…? kita yang mengaku beragama Islam ini, turut merayakannya untuk mengenang seorang pastur…? Tentu anda sendirilah yang berhak memikirkannya…

II. Pandangan Islam terhadap Perayaan Valentine`s Day.
            Mengingat bahwa Valentine`s Day adalah merupakan budaya non Islam (Kristen) untuk mengenang jasa tokoh mereka, dan sama sekali tidak pernah diajarkan Islam, maka sangatlah tidak layak jika kita masih penganut agama Islam untuk ikut serta merayakannya, karena hal itu termasuk dalam kategori Tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang-orang non muslim) yang dilarang oleh Nabi sebagaimana ungkapan sebuah hadits riwayat Ibnu Umar r.a :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk diantara mereka”.

            Allah subahanahu wata`ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa`alihi wasallam dengan membawa sunnah. Orang yang beriman kepadanya memiliki worldview(pandangan hidup) dan lifestyle (cara hidup) sendiri sebagai identitas yang membedakan mereka dari orang-orang yang tidak beriman. Dalam hadits di atas Rosululloh melarang umatnya agar tidak menyerupai dan menirukan ciri has, tradisi, dan budaya non muslim baik berupa ritual ibadah atau yang lain, seperti cara berpakaian, bergaya, berkata dll.([2]) Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang esensinya sama dengan hadits di atas.
            Ahli fiqh dalam berbagai literaturnya telah menegaskan dan menjawab mengenai budaya non muslim yang ditirukan orang-orang Islam seperti perayaan Hari Natal, Tahun Baru Masehi, Tahun Baru Imlek, Hari Raya Nyepi, atraksi Barongsai, Valentine`s Day dengan perincian sebagai berikut :([3])
*      Kufur, apabila orang-orang muslim turut berpartisipasi dalam melakukannya dengan disertai rasa senang terhadap agama mereka dan ada tujuan menyerupai mereka didalam syi`ar kekufuran.
*      Haram,apabila orang-orang muslim turut berpartisipasi dalam melakukannya dengan disertai adanya tujuan tasyabbuh (menyerupai orang kafir) tanpa ada kecondongan pada agama mereka.
*      Makruh, apabila hanya kebetulan saja dan tidak ada kecondongan terhadap agama mereka dan tidak ada tujuan tasyabbuh (menyerupai mereka) sama sekali. Namun untuk yang terakhir ini sangatlah jauh dari kemungkinan, mengingat realita yang terjadi di lapangan bahwa mereka telah menjadikan hari itu sebagai hari istimewa dan lain dari pada hari yang lain.

Pentafshilan terakhir yang mencetuskan hukum makruh ini adalah hukum asal. Dalam arti, hukum tersebut berlaku apabila didalamnya tidak terdapat perbuatan-perbuatan yang dilarang agama. Seperti ungkapan kasih sayang tehadap istrinya sendiri, orang tua, saudara, sahabat yang secara kebetulan bersamaan dengan Valentine's Day.
Lain halnya apabila dalam perayaan Valentine`s Day  terdapat kemungkaran sebagaimana yang marak terjadi pada saat ini, semisal dilakukan bersama ajnabiyyah(perempuan lain yang bukan istri atau mahromnya sendiri) walaupun hanya jalan-jalan dan nongkrong di warung, mengunjungi tempat rekreasi yang penuh kemaksiatan seperti pantai syur, pemandian umum, candi, taman dll. Atau bahkan cenderung meniru dunia Barat, berupa berciuman di jalan-jalan, free sex, maka hukumnya adalah HARAM secara mutlak tanpa tafshil. Dan jika suatu perbuatan telah divonis hukumnya adalah haram, maka sudah barang tentu hal-hal yang membecking hal tersebut juga haram.[4]
Lebih jauh lagi, Imam Al-Qurthubi dan Imam Ibnu Hajar al-Haitamy dalam sebagian fatwanya menyatakan bahwa tindakan menirukan orang fasiq dalam lifestyle mereka, seperti menyemir rambut dengan warna merah, berpakaian layaknya berandalan, adalah haram secara mutlak meskipun tidak ada tujuan menyerupai mereka (tasyabbuh). Karena tindakan tersebut dapat menimbulkan  negative thinking(prasangka buruk) pada orang lain bahwa ia termasuk diantara mereka. Sehingga dapat berimplikasi menimbulkan dosa pada keduanya (pelaku dan orang yang berprasangka buruk). Orang yang ber-­negative thinking berdosa karena su`udz-dzon.Dan pelaku berdosa karena menyebabkan orang lain su`udz-dzon.([5])
Sebagian orang yang berambisi tetap merayakan valentine's Day, dengan berdalih kasih sayang juga dianjurkan oleh Islam. Memang benar, dalam Islam juga ada tuntunan untuk saling mengasih dan menyayang, namun hal itu diaplikasikan dengan saling mengucap salam ketika bertemu, saling mendo'akan kebaikan, menjenguk bila ada yang sakit, saling menyuruh terhadap kebaikan (amar ma'ruf)  dan saling mengingatkan dan mencegah bila ada yang akan berbuat ma'siat (nahi Mungkar) dll.([6]) Praktik diatas tidaklah husus dilakukan pada hari-hari tertentu saja, melainkan haruslah dilakukan sepanjang masa kehidupan.

III.   Penutup.
Sebelum melakukan sesuatu, hendaknya kita melakukan analisa terlebih dahulu; apakah hal itu dibenarkan oleh agama atau tidak, jangan asal ikut-ikutan tanpa sandaran hukum yang jelas. Karena belum tentu semua itu sesuai dengan apa yang telah digariskan Islam. Apalagi ikut-ikutan orang barat yang notabenenya adalah non Muslim. Jangan hanya karena takut dikatakan sebagai anak yang kolot, konservatif, ketinggalan zaman, nggakgaul, kuper, lantas kita menirukan budaya mereka yang mereka katakan sebagai budaya modern. Kita haruslah bangga menjadi seorang Muslim yang taat, Karena kalau bukan kita yang mau membanggakannya, lantas siapa lagi…???
Realita yang ada, kebanyakan para remaja Islam merasa enggan dan seakan malu menunjukkan jati dirinya sebagai seorang remaja Islam sejati, ini adalah sebuah sikap yang harus segera dimusnahkan dan dilempar jauh-jauh. Sebab perasaan tersebut merupakan virus ganas yang telah merasuk kedalam sendi-sendi kehidupan saat ini.
Marilah kita terus ber-introspeksi diri dan senantiasa pandai mempertimbangkan baik-buruknya segala perbuatan kita. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu wata`ala, selalu mendapat taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga kita dapat melaksanakan aktifitas dengan baik dan sesuai dengan jalan yang diridhoi-Nya. Dan kita tidak ikut terbawa arus dunia modern yang akan menimbulkan penyesalan sepanjang masa di alam Akhirat. Amien yaa Mujiiba as-saa`ilien.

Oleh : Lajnah Bahtsul Masa'il (LBM) PP. Besuk, Kejayan, Pasuruan.

Besuk, 5 Muharram 1428 H./24 Januari 2006 M.

Sebagian Referensi pokok dari tulisan di atas:

المدخل للشيخ محمد بن محمد العبدري (إبن الحاج) 2/48 (ط/دار التراث)
َلَا تَرَى أَنَّهُ لَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِينَ أَنْ يَبِيعُوا لِلنَّصَارَى شَيْئًا مِنْ مَصْلَحَةِ عِيدِهِمْ لَا لَحْمًا وَلَا إدَامًا وَلَا ثَوْبًا وَلَا يُعَارُونَ دَابَّةً وَلَا يُعَانُونَ  عَلَى شَيْءٍ مِنْ دِينِهِمْ ; لِأَنَّ ذَلِكَ مِنْ التَّعْظِيمِ لِشِرْكِهِمْ وَعَوْنِهِمْ عَلَى كُفْرِهِمْ وَيَنْبَغِي لِلسَّلَاطِينِ أَنْ يَنْهَوْا الْمُسْلِمِينَ عَنْ ذَلِكَ , وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَغَيْرِهِ لَمْ أَعْلَمْ أَحَدًا اخْتَلَفَ فِي ذَلِكَ انْتَهَى . وَيُمْنَعُ التَّشَبُّهُ بِهِمْ كَمَا تَقَدَّمَ لِمَا وَرَدَ فِي الْحَدِيثِ { مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ } وَمَعْنَى ذَلِكَ تَنْفِيرُ الْمُسْلِمِينَ عَنْ مُوَافَقَةِ الْكُفَّارِ فِي كُلِّ مَا اخْتَصُّوا بِهِ
بغية المشترشدين للسيد عبد الرحمن بن محمد الحضرمية ص : 248
( مسئلة ي ) حاصل المسئلة ما ذكره العلماء من التزيي بزي الكفار أنه إما أن تزيا بزيهم ميلا الى دينهم وقاصدا التشبه بهم في شعار الكفر أو يمشي معهم الى متعبداتهم قيكفر بذلك فيهما وإما أن لا يقصد كذلك بل يقصد بهم في شعائر العيد أو التواصل الى معاملة جائزة معهم فيأثم وإما أن يتفق من غير قصد التشبه فيكره كشد الرداء في الصلاة.
فيض القدير للعلامة محمد عبد الرؤف المناوي 6 / 128-129 ( ط / دار الفكر )
8593 – ( من تشبه بقوم ) أي تزيا في ظاهرهم بزيهم وفي تعرفه بفعلهم وفي تخلقه بخلقهم وسار بسيرتهم وهديهم في ملبوسهم وبعض أفعالهم أي وكانت التشبه بحق قد طابق فيه الظاهر الباطن ( فهو منهم ) – إلى أن قال – وبأبلغ من ذلك صرح القرطبي فقال لو خص أهل الفسوق والمجون بلباس منع لبسه لغيرهم فقد يظن به من لايعرفه أنه منهم فيظن ظن السوء فيأثم الظان والمظنون فيه بسبب العون عليه
وفي الفتاوي الكبرى الفقهية للشيخ أحمد بن حجى الهيتمي 4/361 (ظ/دار الفكر)
( وسئل ) رحمه الله تعالى بما لفظه ذكروا أن القهوة إذا أديرت على هيئة الخمر بعادة الشربة حرمت نبه عليه جماعة من اليمنيين هلا يقال يكره ذلك كما كره بعض الأئمة تسميتها قهوة لأنه من أسماء الخمر وما هيئة إدارة الخمر التي يعتادها الشربة بناء على القول بالحرمة ليجتنب ذلك حرروا لنا كيفية إدارة الخمر . ( فأجاب ) ما ذكروه صحيح صرح به الأصحاب في إدارة السكنجبين وغيره وكيفية تلك الإدارة على ما يتعارفها الناس اليوم لم يتحرر عندنا لأنا سألنا من شربوها وتابوا منها فاختلف وصفهم لتلك الكيفية حتى قال بعضهم إنها تختلف باختلاف الأقاليم وقال بعضهم إنها لا تكون إلا بقدح واحد وقال بعضهم لا تكون غالبا إلا مع نحو رياحين ومأكل مخصوص وغناء مخصوص وآلة مطربة وقال بعضهم لا بد مع ذلك من ساق مخصوص وكيفية لوضع إنائها الذي يفرغ منه في كأسها . وقد أشار أصحابنا رحمهم الله تعالى إلى بعض ذلك حيث قالوا إنها تكون بأقداح مع كلمات يتعارفها الشربة بينهم ويؤيد ذلك قوله تعالى { يتنازعون فيها كأسا لا لغو فيها ولا تأثيم } قال المفسرون بخلاف خمر الدنيا أي فإنهم يديرون فيها الكأس على غاية من اللغو والإثم بالكلمات القبيحة المتعارفة بينهم فإذا أديرت القهوة الحادثة الآن كهيئة إدارة الخمر حرمت إدارتها وإلا فلا أما شربها فهو جائز بشرطه سواء أديرت أم لا فتلك الكيفية التي للخمر ليست محرمة لأصل الشرب وإنما هي محرمة لتلك الأفعال المحاكية لأفعال شربة الخمر وليس مطلق الإدارة حراما اتفاقا فقد أدير اللبن في حضرته صلى الله عليه وسلم على أصحابه في مسجده الشريف وأما تسميتها قهوة فهو لا يقتضي تحريما مطلقا لأن الأسامي لا تقتضي تشبيها وتلك الإدارة إنما حرمت لاستلزامها التشبيه بالعصاة , ومن تشبه بقوم فهو منهم .
الفتاوى الكبرى الفقهية للشيخ أحمد بن حجى الهيتمي 4/239 (ط/دار الفكر)
فَقَدْ صَرَّحَ أَصْحَابُنَا بِأَنَّهُ لَوْ شَدَّ الزُّنَّارَ عَلَى وَسَطِهِ , أَوْ وَضَعَ عَلَى رَأْسِهِ قَلَنْسُوَةَ الْمَجُوسِ لَمْ يَكْفُرْ بِمُجَرَّدِ ذَلِكَ ا هـ . فَعَدَمُ كُفْرِهِ بِمَا فِي السُّؤَالِ أَوْلَى  وَهُوَ ظَاهِرٌ بَلْ فَعَلَ شَيْئًا مِمَّا ذُكِرَ فِيهِ لَا يَحْرُمُ إذَا قَصَدَ بِهِ التَّشْبِيهَ بِالْكُفَّارِ لَا مِنْ حَيْثُ الْكُفْرُ وَإِلَّا كَانَ كُفْرًا قَطْعًا فَالْحَاصِلُ أَنَّهُ إنْ فَعَلَ ذَلِكَ بِقَصْدِ التَّشْبِيهِ بِهِمْ فِي شِعَارِ الْكُفْرِ كَفَرَ قَطْعًا , أَوْ فِي شِعَارِ الْعَبْدِ مَعَ قَطْعِ النَّظَرِ عَنْ الْكُفْرِ لَمْ يَكْفُرْ وَلَكِنَّهُ يَأْثَمُ وَإِنْ لَمْ يَقْصِدْ التَّشْبِيهَ بِهِمْ أَصْلًا وَرَأْسًا فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ ثُمَّ رَأَيْت بَعْضَ أَئِمَّتِنَا الْمُتَأَخِّرِينَ ذَكَرَ مَا يُوَافِقُ مَا ذَكَرْتُهُ فَقَالَ وَمِنْ أَقْبَحِ الْبِدَعِ مُوَافَقَةُ الْمُسْلِمِينَ النَّصَارَى فِي أَعْيَادِهِمْ بِالتَّشَبُّهِ بِأَكْلِهِمْ وَالْهَدِيَّةِ لَهُمْ وَقَبُولِ هَدِيَّتِهِمْ فِيهِ وَأَكْثَرُ النَّاسِ اعْتِنَاءً بِذَلِكَ الْمِصْرِيُّونَ وَقَدْ قَالَ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ )
غذاء الألباب في شرح منظومة الآداب للشيخ محمد بن أحمد بن سالم السفاريني 1/278 (ط/مؤسسة قىطبة)
َإذَا عَلِمْت هَذَا فَاعْلَمْ أَنَّ لِلسَّلَامِ عِدَّةَ فَوَائِدَ – الى أن قال - ... مِنْهَا أَنَّهُ يُوجِبُ الْمَحَبَّةَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ إخْوَانِهِ الْمُسْلِمِينَ , كَمَا فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ الْمُتَقَدِّمِ وَغَيْرِهِ . وَالْمَحَبَّةُ شَأْنُهَا عَظِيمٌ . وَقَدْرُهَا جَسِيمٌ , وَمَدَارُ الْعَالَمِ الْعُلْوِيِّ وَالسُّفْلِيِّ عَلَيْهَا . وَجَمِيعُ الْحَرَكَاتِ إنَّمَا نَشَأَتْ عَنْهَا , وَقَدْ جَاءَ فِي الْحَدِيثِ عَلَيْهَا عِدَّةُ أَحَادِيثَ ذَكَرْت طَرَفًا مِنْهَا فِي خَاتِمَةِ كِتَابِي الْبُحُورِ الزَّاخِرَةِ , وَيَكْفِي كَوْنُهَا عِلْمًا لِلْإِيمَانِ وَاَللَّهُ وَلِيُّ الْإِحْسَانِ .  وَمِنْهَا أَدَاءُ حَقِّ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ , فَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ { حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ , قِيلَ وَمَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ إذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ , وَإِذَا دَعَاك فَأَجِبْهُ , وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْ لَهُ , وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتْهُ , وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ , وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ }







[1]  Buletin Nahdliyyah edisi 14 th II 4 Pebruari 2004.
[2]  Ibn al-Haaj  Al-Madkhal  vol. II hal. 48 & Muhammad Abd. Ro'uf  Faidh al-Qodir vol VI hal. 128-128
[3]  Abd. Rohman Al-Hadromi   Bughyah al-Musytarsyidin  hal. 248
[4]  Ibn al-Haaj  Al-Madkhal  vol. II hal. 48
[5]  Muhammad Abd. Ro'uf  Faidh al-Qodir vol VI hal. 128-128 & Ibnu Hajar Al-Haitami  Fatawa al-Kubro vol IV hal 239,361
[6]  Muhammad bin Ahmad al-Sifarini Ghidza al-Albab  vol I  hal. 278 

ngaji9.com: Sampaikanlah walaupun hanya setengah ayat !