Breaking

Kamis, 22 Desember 2016

Sampaikanlah walaupun hanya setengah ayat !

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Dalam Persepsi Ulama' Aswaja

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Dalam Persepsi Ulama' Aswaja


Bulan Rabi`ul Awal adalah bulan penuh berkah, bulan kelahiran junjungan kita semua, seorang pahlawan revolusi dunia, makhluq terbaik, penutup para Rasul, Nabi besar Muhammad Shallallahu alaihi wa`alihi wasallam. Setiap tahun khususnya di Indonesia hari ini dirayakan dengan sangat meriah. Suasana seperti ini telah saya rasakan sendiri sejak masih kecil dan akan terus saya rindukan sampai kapanpun. Namun pada tahun ini saya tidak dapat merasakan suasana itu, karena tahun ini adalah kali pertama saya merayakan maulid di luar negeri, di Yaman tepatnya. Sebuah negeri yang begitu mengagumkan. Ribuan atau bahkan jutaan auliya`, ulama, sholihin bertebaran diseluruh pelosok negeri ini. Lebih-lebih di kotaTarim, Seiyun, Huroidhoh dan Zabid, konon setiap harinya pasar kotaTarim tidak pernah sepi dari 40 (empat puluh) wali, kitab maulid yang biasa dibaca di Indonesia, seperti "Maulid Diba`i" dan "Maulid Habsyi" keduanya berasal dari negeri ini, dan masih banyak lagi kitab-kitab maulid lain yang berasal dari negeri ini. Namun siapa menyangka, kalau di negeri Saba` yang dulu dipimpin Ratu Balqis ini ternyata juga banyak orang-orang  yang anti maulid, mereka menyebut kelompok mereka dengan nama "Sunni" (di Indonesia kelompok ini lebih terkenal dengan istilah Wahhabi), lebih-lebih di kota dimana saya tinggal saat ini untuk sementara selama satu tahun menjalani masa tamhidi (persiapan) untuk masuk Kuliah Syari`ah wal Qonun Universitas "Al-Ahgaff" Tarim. Kota ini bernama Mukalla yang merupakan ibukota propinsi Hadhramaut, sebuah kotaindah yang memiliki udara sedang dengan panorama pantai yang begitu bersih dihiasi oleh tarian lumba-lumba yang melompat-lompat setiap sehabis shalat fajar. Hamparan padang pasir dengan aromanya yang begitu khas seolah melengkapi keindahan kota ini. Masyarakat di kota ini kebanyakan adalah orang Wahhabi yang sangat anti maulid dan ziarah kubur. Suatu hari, salah seorang teman saya sesama mahasiswa Indonesiapergi ke salah satu maktabah (toko kitab) di kota ini untuk mencari kitab maulid Al-Habsyi, namun bukannya mendapatkan kitab tersebut malah hinaan dan cacian dari pemilik tokolah yang ia dapatkan. Hal inilah yang memotivasi saya untuk mengetahui lebih dalam tentang hukum maulid dalam pandangan ulama Ahlus-sunnah wal jama`ah. Dan alhamdulillah sama sekali saya tidak menemui kesulitan untuk itu, karena disamping kitab referensi yang khusus membahas masalah ini tersedia lengkap di perpustakaan Universitas Al-Ahgaff, Syaikhuna al-Mukarrom KH. Muhibbul Aman juga berkenan untuk mengirimkan tulisan beliau yang membahas tentang hal ini kepada penulis via email, jazahullohu ahsanal jaza`. Dan setelah saya membaca beberapa referensi tersebut, saya memutuskan untuk menulisnya dalam bentuk artikel dengan harapan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi orang lain disamping sam`an wa tho`atan terhadap dawuh Syaikhuna yang menginginkan agar saya sering-seing membuat tulisan semacam ini. Tulisan ini akan saya bagi dalam beberapa bagian sbb:
I.          Pengertian dan tujuan maulid
II.        Histori maulid
III.       Hukum maulid
IV.       Dalil-dalil maulid
V.        Hukum berdiri ditengah-tengah bacaan maulid (mahallul qiyam)
VI.       Penutup
Selamat membaca…!

I.          Pengertian dan tujuan maulid
           
            Secara etimologi kata maulid memiliki arti waktu atau tempat kelahiran. Sedangkan secara terminologi, kata maulid(1)  berarti berkumpulnya masyarakat untuk mem-baca sebagian ayat suci Al-Qur`an, sejarah kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa`alihi wasalllam, keajaiban-keajaiban yang terjadi saat itu serta memuji perbuatan dan ucapan beliau (yang semua ini tercakup dalam kebanyakan kitab-kitab maulid seperti Diba`, Habsyi dll).
            Peringatan dan perayaan maulid sengaja diadakan sebagai bentuk ekspresi luapan kegembiraan serta rasa syukur atas kelahiran beliau, juga untuk mengagungkan beliau sebagai bentuk pengimplementasian firman Allah Subhanahu wata`ala  dalam surah Al-Haj : 32. yang berbunyi:
ذلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْب
Artinya: "Demikianlah. Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati".

            Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa`alihi wasalllam yang diagungkan didalam Al-Qur`an serta Hadits adalah termasuk syiar Allah yang paling besar serta paling agung derajatnya. Selain tujuan tersebut, Peringatan maulid juga merupakan sebuah sarana untuk lebih mengenal beliau sebagai bentuk usaha untuk dapat menanamkan rasa cinta yang besar dan mendalam terhadap beliau yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Pepatah mengatakan: "tak kenal maka tak sayang". Begitu pula bila kita tidak mengenal Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa`alihi wasallam, maka bagaimana mungkin kita akan dapat mencintai beliau.  Rasulullah bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
Artinya: "Tidaklah sempurna iman salah seorang diantara kalian, sehingga aku lebih ia cintai daripada anaknya, orangtuanya dan seluruh manusia".

II.        Histori maulid

Peringatan maulid belum pernah ada pada masa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa`alihi wasallam maupun pada era shohabat. Orang yang pertama kali membicarakan tentang maulid adalah Imam Syafi`i Radhiyallahu`anhu namun beliau tidak merayakannya. Orang yang pertama kali menyelenggarkan perayaan maulid dengan sangat meriah dan dihadiri oleh ulama-ulama besar adalah seorang raja yang mulia, alim, dermawan, gagah berani, rendah hati, mencintai ahli fiqh dan ahli hadits, adil dan berbudi luhur yang bernama raja Al-Mudzoffar Abu Sa`id Kaukabri setelah abad ketiga Hijriyah. Imam Al-Hafidz Ibnu Wajih menyusun kitab maulid untuknya yang berjudul "Al-Tanwir fi Maulidi al-Basyir al-Nadzir", kemudian ia diberi hadiah sebesar 1.000 (seribu) dinar (mata uang yang terbuat dari emas). Total biaya yang Beliau keluarkan untuk perayaan tersebut mencapai 300.000 (tiga ratus ribu) dinar. Sejak itu kemudian perayaan maulid menjadi masyhur dan dirayakan oleh para ulama dan segenap umat muslim diseluruh dunia.

III.       Hukum maulid

Perayaan maulid yang berarti berkumpulnya masyarakat untuk membaca sebagian ayat suci Al-Qur`an, sejarah kelahiran Nabi, keajaiban-keajaiban yang terjadi di saat itu serta memuji perbuatan dan ucapan beliau, kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang, adalah perbuatan bid`ah(2). Karena hal ini belum pernah dilakukan pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa`alihi wasalllam. Namun bukan berarti perbuatan ini adalah sesat dan dilarang oleh agama. Berkata Imam Syafi`i Radhiyallahu`anhu: "Perkara baru -yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah- yang bertentangan dengan Al-Qur`an, Al-Hadits, konsensus para ulama (ijma`) atau atsar, maka tergolong bid`ah yang sesat (dholalah). Sedangkan perkara baru -yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah- berupa perbuatan baik dan tidak bertentangan dengan salah satu empat perkara di atas, adalah tergolong bid`ah yang terpuji (mahmudah)". Banyak sekali dalil yang menyinggung perayaan maulid baik dalam Al-Qur`an maupun Hadits. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa ijma` ulama juga mendukungnya. Dibawah ini saya hanya akan menampilkan sebagian kecil saja mengingat keterbatasan kolom. Namun dalil yang sedikit ini saya kira sudah lebih dari cukup untuk mengatakan bahwa ritual maulid yang selama ini sering kita selenggarakan baik pada malam Jum`at, Senin atau hari yang lain dan kita rayakan setiap bulan Rabi`ul Awal adalah bid`ah mahmudah.

IV.       Dalil-dalil maulid

a)         Al-Qur`an Firman Allah Subhanahu wata`ala dalam surah Yunus, 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا
Artinya : "Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira".
Dalam ayat di atas Allah memerintah kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya. Tiada diragukan lagi Nabi Muhammad adalah rahmat Allah yang paling agung bagi seluruh alam sebagaimana firman-Nya:
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Artinya: "Dan tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam".
Menurut interpretasi shohabat Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan karunia (فضل) dalam ayat di atas adalah ilmu, sedangkan yang dimaksud dengan rahmat adalah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa`alihi wasalllam. Sebagaimana saya paparkan di atas, ritual maulid sengaja diadakan sebagai bentuk ekspresi luapan kegembiraan atas kelahiran beliau.
            Diriwayatkan dari Imam Bukhori, bahwa Abu Lahab setiap hari senin diringankan siksanya dengan sebab memerdekakan budak yang bernama Tsuwaybah sebagai ungkapan kegembiraannya atas kelahiran Rasulullah. Jika Abu Lahab yang kafir dan al-Qur'an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah, maka bagaimana dengan orang mukmin yang bergembira dengan kelahiran beliau...???

b)        Al-Hadits
Dalam sebuah Hadits dinyatakan:
 عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم
"Dari Abi Qotadah al-Anshori Radhiyyahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah ditanya mengenai puasa hari Senin. Rasulullah menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku".
            Hadits ini dengan sangat jelas menyebutkan bahwa Nabi sendiri merayakan serta mensyukuri atas kelahirannnya. Jika kemudian ada yang bertanya: "Dalam hadits tersebut, Nabi mensyukuri kelahirannya dengan cara berpuasa, lalu mengapa kalian mensyukurinya dengan cara berkumpul untuk membaca kitab maulid, shodaqoh dan berbagai macam ibadah lainnya yang tidak dilakukan oleh Nabi SAW.?. Maka jawabannya adalah: "Yang terpenting adalah bahwa telah ada dalil yang menyatakan bahwa Nabi sendiri merayakan dan mensyukuri atas kelahirannya dan kalianpun telah sepakat atas hal ini. Adapun tentang bagaimana cara untuk merayakan dan mensyukurinya, bukanlah sebuah hal yang mengikat. Karena ungkapan rasa syukur dapat dilakukan dengan segala macam ibadah, apapun bentuknya".     

c)         Konsensus ulama (ijma`)
            Telah kita ketahui bahwa orang yang pertama kali merayakan maulid adalah raja Al-Mudzoffar dan dihadiri oleh ulama-ulama besar. Beberapa imam mujtahidpun -termasuk diantaranya adalah guru dari Imam Nawawi yaitu al-Imam al-Mujtahid Abu Syamah al-Muqoddasi (w. 665 H.) dalam kitabnya "al-Ba`its ala Inkar al-Bida` wa al-Hawadits" hal. 95- menganggap baik perayaan maulid. Dan tidak ada seorang ulama`pun yang menentang pendapat ini, baik yang semasa dengan sang Raja maupun dengan Imam Abu Syamah. Paraulama yang datang setelah merekapun saling berbondong-bondong untuk mendukungnya dengan berbagai macam cara, ada yang melakukannya dengan cara menyusun kitab-kitab maulid, ada juga yang mengeluarkan fatwa atas dianjurkannya perayaan ini. Alhamdulillah saya telah berhasil mengoleksi lebih dari 30 (tiga puluh) diantara nama-nama ulama tersebut berikut nama-nama kitab maulid yang mereka susun serta fatwa-fatwanya. Namun sayang sekali saya tidak dapat mencantumkannya disini mengingat keterbatasan kolom, tapi insya Allah, untuk mengisi liburan musim panas Juli mendatang, nash fatwa-fatwa tersebut akan saya susun bersama bahan-bahan lainnya menjadi suatu buku yang membahas lengkap seputar maulid. Semoga Allah Subhanahu wa Ta`ala mengabulkannya Amin. Imam Ibnu Taymiyah yang diagung-agungkan dikalangan orang-orang penentang maulid (Wahhabiy wa nadzo`irihi) berkata: "Maka mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai kegiatan rutin, kadang-kadang dilakukan oleh masyarakat dan mereka mendapatkan pahala yang besar karena tujuannya baik dan mengagungkan Rasulullah SAW". Jika Imam mereka saja tidak melarang ritual maulid, lantas siapakah yang mereka jadikan panutan dalam mengharamkannya..???  

V.        Hukum berdiri ditengah-tengah bacaan maulid (mahallul qiyam)

            Hukum berdiri pada waktu mahallul qiyam ditengah pembacaan maulid pada dasarnya adalah mubah, bukan wajib atau sunnah. Akan tetapi para ulama masyhur yang tidak diragukan kapasitas keilmuan dan keimanannya yang juga menjadi panutan umat, secara terus menerus melakukan penghormatan kepada Rasulullah SAW dengan berdiri ditengah-tengah bacaan maulid, sebagaimana yang telah diamalkan oleh Imam as-Subki. Berkata Imam Abu Su'ud : "Telah masyhur berlaku pada saat ini penghormatan kepada Rasulullah SAW dengan cara berdiri ditengah-tangah bacaan maulid. Tidak mengerjakan yang demikian ini berarti terkesan tidak memperdulikan kepada RAsulullah SAW dan menghina Rasulullah SAW. Maka jika demikian berarti telah kufur karena tidak mengagungkan Rasulullah SAW.". Yakni jika tidak berdiri disertai dengan sikap menyepelekan/menghina Rasulullah SAW maka berarti telah kufur karena menghina Rasulullah SAW. Na'udzu billah min dzalik.

VI.       Penutup

            Walhasil, tidak ada sedikitpun alasan atau dalil yang melarang perayaan maulid. Jika ditanyakan, perayaan maulid yang datangnya pada bulan robi'ul awwal, juga bertepatan dengan bulan wafat Rasulullah SAW, mengapa tidak ada luapan kesedihan  atas wafatnya beliau? Imam Suyuthi menjawab: "Kelahiran Nabi SAW adalah kenikmatan terbesar untuk kita, sementara wafatnya beliau adalah musibah terbesar atas kita. Sedangkan syariat memerintahkan kita untuk menampakkan rasa syukur atas nikmat dan bersabar serta diam dan merahasiakan atas cobaan yang menimpa…. maka kaidah syariat menunjukkan bahwa yang baik pada bulan ini adalah menampakkan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW bukan menampakkan kesusahan atas musibah yang menimpa". Oleh karena hirarki dari perayaan maulid adalah luapan rasa syukur serta penghormatan kepada Rasulullah SAW, sudah semestinya tidak dinodai dengan kemunkaran-kemunkaran dalam merayakannya, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, tampilnya perempuan diatas pentas dihadapan kaum laki-laki, alat-alat musik yang diharamkan dan lain-lain. Sebab jika demikian yang terjadi, maka bukanlah penghormatan yang didapat akan tetapi justru penghinaan kepada Rasulullah SAW.
            Kepada seluruh teman-temanku di Pondok Pesantren Besuk tercinta, dari jauh saya mengucapkan "Selamat menjalani Ujian Sumatif I, semoga sukses dan meraih ilmu yang bermanfaat" .Amin. 

ngaji9.com: Sampaikanlah walaupun hanya setengah ayat !