Uniknya lagi, beliau tidak mau dijemput atau diantarkan pakai mobil. Beliau lebih memilih mengayunkan pedal sepedanya sambil nderes (tadarrus) al-Qura'n, "lain kalau dengan naik sepeda" demikian beliau jawab ketika ditawari salah satu murid untuk diantarkan memenuhi undangan.
Mbah Arwani (sebutan KH. Arwani Amin) dikenal dimasyarakat sebagai orang yang ahli al-Qur'an. Namun, bukan berarti beliau tidak menguasai ilmu-ilmu agama yang lain. Bahkan beliau merupakan ulama' yang menguasai hampir seluruh ilmu agama, misalnya Tauhid (teologi), Fiqh, Nahwu (syintaq), Shorrof (morfologi) , Balaghoh, Mantiq (logika) dan lain sebagainya. Hal yang menjadi faktor penting penguasaan beliau terhadap ilmu adalah masa mondok yang lama, kecerdasan (intelligent), dan kemauan yang luar biasa dalam memahami agama.
Meski sudah berkeluarga, membaca dan mothola'ah merupakan kegiatan yang ajeg beliau lakukan. Dari jumlah koleksi kitab yang dimiliki, kitab klasik tanpaknya lebih mendominasi. Kitab-kitab yang dalam jumlah banyak itu tertata rapi dalam almari buku. Sedangkan kitab yang masih dipelajari bisanya ditaruh pada rak buku yang berada diruang belajar yang sekaligus berfungsi ruang istirahat,
Masa kecil ;
Hari selasa kliwon tanggal 5 Rojab 1323 H yang bertepatan dengan tanggal 5 September 1905 M. di ujung barat jalan Sunan Kudus, terlihat aktifitas dukun bayi yang membantu persalinan ibu Hanifah. Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya pada pukul 11.00 waktu setempat, lahirlah bayi mungil yang kemudian diberi nama Arwani. Tidak ada keganjilan dan keanehan dalam prosesi kelahiran tersebut. Arwani lahir dengan wajar dan normal sebagaimana bayi-bayi yang lain. Dengan kelahiran anak kedua ini, H. Amin Sa'id dan Hj. Hanifah tentu merasa bahagia, lebih-lebih anaknya adalah seorang laki-laki. Arwani lahir setelah kakanya yang bernama Muzainah. Setelah menunaikan ibadah haji nama "Arwan" ditambah ya' dibelakangnya menjadi "Arwani".
Masa kanak-kanak Arwani juga sama dengan masa kanak-kanak anak seumurnya. Ia biasa bermain dengan anak-anak sebayanya. Sikap halus yang ada pada dirinya menjadikan teman-teman betah bermain dengannya. Selain itu Arwani juga mempunyai rasa kesetiakawanan yang tinggi. Meski Arwani punya sikap yang halus, bukan berarti ia lembek dan tidak tegas. Apalagi untuk masalah agama. Maka ia pun akan menggunakan berbagai cara untuk bisa menjalankannya. Hal ini bisa dibuktikan ketika masih kecil, Arwani biasa mendapat tugas untuk membangunkan adik-adiknya untuk sholat shubuh. Ketika adik-adiknya lagi molor dan ternyata waktu sholat shubuh telah masuk, maka tak segan-segan ia akan menyiram adiknya. Hal ini yang menonjol adalah kepatuhan kepada orang tua. Apalbila diprosentasikan, waktu untuk bermain dan membantu orang tua pasti lebih banyak dihabiskan untuk membantu orang tua. Mungkin hal ini merupakan suatu kewajaran, karena memang orang tuanya mencurahkan segala cinta kasih dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik Arwani sebagai mana tuntunan agama. Menjelang tidur biasanya Arwani dinina bobokkan oleh ibunya dengan nyanyian syi'ir-syi'ir yang berisi nasehat-nasehat hasil ciptaan ibunya sendiri. Dari situasi religius inilah Arwani mulai tumbuh menjadi salah satu pilar agama untuk meninggikan Asma Alloh SWT.
Masa Belajar ;
Pendidikan formal pertama yang dienyam oleh Arwani adalah di madrasah tertua yang ada dikota Kudus. Madrasah ini dibangun oleh Sarikat Islam (SI) sekitar tahun 1912 M. taman pendidikan itu bernama Mu'awanatul Muslimin terletak di Kenepan. Arwani mulai masuk sekolah pada usia tujuh tahun dan salah satu tenaga pendidiknya adalah KH. Imam Haromain yang tidak lain adalah kakeknya sendiri. Setelah lulus dari Madrasah Mu'awanatul Muslimin, Arwani meneruskan pengembaraan ilmunya ke kota Solo. Tepatnya di madrsah Mamba'ul Ulum. Madrasah ini berdiri atas prakarsa Sunan Paku Buono X pada tahun 1913 M. selain sekolah madrsah tersebut, Arwani juga ngajidi Pondok Pesantren Jemperan. Arwani mempelajari Qiro'ah Sab'ah pertama kali di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Nama kitab yang dipelajari terkenal dengan nama asy-Syatibi dalam mempelajari kitab asy-Syatibi Arwani menemui beberapa kesulitan untuk memahaminya. Untuk itu beliau akhirnya menyusun kitab Qiro'ah Sab'ah yang lebih mudah pemahamannya dan hasilnya pun sungguh luar biasa. Dengan memakai kitab karangan Mbah Arwani, sesungguhnya hanya membutuhkan waktu 3-4 tahun untuk mempelajari kitab Qiro'ah Sab'ah padahal kalau memakai kitab asy-Syatibi butuh 9-10 tahun. Kitab karangan Mbah Arwani itu diberi nama “Faidhil Barokaat fi Sab'ih Qiroat” yang banyaknya ada tiga puluh juz. Selain mengarang kitab Faidhil barokaat Mbah Arwani juga mengarang kitab yang bernama "Risalah Mubarokah" kitab ini berisi wejangan-wejangan Kiai Manshur Pompongan tentang tuntunan praktis bagi para murid Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyah.
Setelah disusun, lalu kitab ini diberikan pada salah satu santri beliau untuk dilengkapi dan di terbitkan. Akhirnya kitab tersebut diterbitkan oleh penerbit dengan nama pena Kiai Hambali Sumardi. Namun dalam kata pengantarnya, Kiai Hambali menegaskan bahwa kitab itu bukan hasil karyanya namun karya Mbah Arwani.
Kiai Sae ;
Dari ketokohannya, Mbah Arwani memang merupakan tokoh yang betul-betul disegani oleh masyarakat sekitar. Ketawadhuan beliau menjadi bukti akan kemulyaan yang diperoleh. Dengan falsafah padi, maka beliaupun semakin merunduk dan berbobot ketika usia semakin lanjut. Ada tiga hal yang sering melekat pada diri kiai yang sederhana ini, yaitu ; sosok yang mampu menangkap segala perintah dan laranganNya kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, memandang bahwa seluruh hamparan jagat adalah media untuk beribadah kepada Alloh SWT, dan sosok yang tidak hanyut dalam kesedihan dan kesenangan. Dengan kata lain, seluruh cakrawala masuk pada dirinya bukan dirinya yang masuk pada cakrawala. Selain itu, Mbah Arwani mempunyai pandangan bahwa semua orang itu baik. Perbedaan Madzhab maupun cara pandang ternyata tidak menjadi pemisah antara beliau dan masyarakat. Beliau sangat moderat dalam hal ini. Bila seseorang menyampaikan pendapat seorang Imam, maka beliau selalu berkata: " baik, itu baik " tidak hanya itu, sikap husnu al-dhon itu diterapkan pada semua orang, meskipun nyata-nyata telah berbuat kejahatan padanya. Hal ini dapat dilihat dalam sebuah kejadian bahwa pernah suatu saat pencuri mencuri ditempat beliau. Ketika telah ditangkap dan diserahkan pada beliau, beliau malah berkata : "baik, baik" lalu maling tadi disuruh pergi. Dengan adanya sikap seperti inilah kemudian masyarakat Kudus menjuluki beliau dengan sebutan " Kiai Sae (baik) ". dari keluhuran budi pekertinya, tidak mengherankan bila timbul sebuah sikap hormat (waining respect) dari santri, sesama kiai maupun khalayak luas. Beliau merupakan penuntun spiritual (spiritual helper) yang berkepribadian menawan (waining personality). Demikianlah sekelumit sirah Kiyai Sae dari Kudus. Semoga Kita senamtiasa mendapat percikan barokah beliau, dan dapatlah mentauladani kepribadian luhur beliau… Amien…